Makanan Olahan Dikaitkan dengan Risiko Kematian Dini yang Lebih Tinggi
Sebuah studi baru selama tiga dekade, yang diterbitkan di The BMJ, mengungkapkan pandangan berbeda tentang dampak makanan ultra-olahan terhadap kesehatan, terutama menyoroti peningkatan risiko kematian yang kecil namun signifikan terkait dengan konsumsi makanan tersebut.
Penelitian ekstensif ini melibatkan lebih dari 100.000 profesional kesehatan di Amerika Serikat dan menawarkan wawasan yang dapat memandu rekomendasi pola makan di masa depan.
Makanan ultra-olahan biasanya ditemukan di rak supermarket sebagai makanan siap saji, minuman manis, makanan ringan, dan sereal.
Barang-barang ini tidak hanya nyaman tetapi juga dibuat dengan bahan tambahan seperti pewarna dan pengemulsi untuk meningkatkan rasa dan umur simpan.
Namun, makanan ini seringkali rendah nutrisi bermanfaat seperti vitamin dan serat, sementara tinggi gula, lemak, dan garam.
Hubungan antara makanan ultra-olahan dan berbagai masalah kesehatan seperti obesitas, penyakit jantung, diabetes, dan jenis kanker tertentu telah ditemukan dalam penelitian sebelumnya.
Namun, penelitian komprehensif jangka panjang yang berfokus pada kematian dan penyebab kematian spesifik masih langka.
Penelitian saat ini bertujuan untuk mengisi kesenjangan ini dengan menganalisis data dari Nurses’ Health Study and the Health Professionals Follow-up Study, yang melacak kesehatan dan kebiasaan makan puluhan ribu peserta dari seluruh Amerika selama 34 tahun.
Selama periode ini, para peneliti mencatat 48.193 kematian, termasuk yang disebabkan oleh penyakit kanker, kardiovaskular, pernapasan, dan neurodegeneratif.
Mereka menemukan bahwa peserta dengan konsumsi makanan ultra-olahan tertinggi (sekitar 7 porsi per hari) memiliki risiko kematian keseluruhan 4% lebih tinggi dibandingkan dengan mereka yang mengonsumsi paling sedikit (sekitar 3 porsi per hari).
Khususnya, terdapat peningkatan sebesar 9% pada kematian akibat penyebab selain penyakit utama yang diteliti, termasuk peningkatan sebesar 8% pada kematian akibat kondisi neurodegeneratif.
Jenis makanan ultra-olahan tertentu, seperti daging siap saji, unggas, produk makanan laut, minuman manis, makanan penutup berbahan dasar susu, dan makanan sarapan olahan, paling erat kaitannya dengan peningkatan risiko ini.
Menariknya, penelitian tersebut mencatat tidak ada korelasi signifikan antara asupan makanan ultra-olahan dan kematian akibat penyakit kanker, kardiovaskular, atau pernapasan.
Temuan ini menunjukkan bahwa kualitas pola makan seseorang secara keseluruhan mungkin memainkan peran yang lebih penting dalam kesehatan jangka panjang dibandingkan hanya kuantitas makanan ultra-olahan yang dikonsumsi.
Hal ini ditegaskan oleh hubungan yang kurang jelas yang diamati ketika kualitas makanan secara keseluruhan dipertimbangkan.
Penting untuk dicatat bahwa penelitian ini bersifat observasional sehingga tidak dapat membuktikan sebab dan akibat secara pasti.
Selain itu, para peneliti memperingatkan agar tidak menyederhanakan pedoman pola makan secara berlebihan hanya berdasarkan temuan ini, karena klasifikasi makanan sebagai makanan ultra-olahan tidak mencakup seluruh aspek pengolahan makanan.
Hal ini dapat menyebabkan potensi kesalahan klasifikasi dan mempengaruhi kesimpulan penelitian.
Mayoritas peserta penelitian adalah profesional kesehatan dan sebagian besar berkulit putih, sehingga mungkin membatasi penerapan temuan ini pada populasi yang lebih luas.
Terlepas dari keterbatasan ini, ukuran sampel yang besar serta pengumpulan data yang rinci dan konsisten selama lebih dari tiga dekade memberikan dasar yang kuat untuk mengambil kesimpulan.
Mendampingi penelitian ini, sebuah editorial dari para peneliti Selandia Baru menekankan konteks kebijakan pangan yang lebih luas.
Mereka berargumentasi bahwa meskipun penting untuk menyempurnakan kategori makanan ultra-olahan, hal ini tidak boleh menunda penerapan kebijakan promosi kesehatan seperti pembatasan pemasaran makanan tidak sehat kepada anak-anak, label peringatan pada produk dengan nutrisi buruk, dan pajak atas minuman manis.
Ketika perdebatan seputar makanan ultra-olahan terus berlanjut, baik penelitian maupun editorial menyoroti perlunya strategi komprehensif yang tidak hanya membahas pilihan makanan tetapi juga mempertimbangkan kesehatan masyarakat yang lebih luas dan intervensi kebijakan untuk mendorong kebiasaan makan yang lebih sehat secara global.