Ilmuwan Temukan Penyebab Utama Penyakit Autoimun Kronis
Sebuah studi inovatif yang dipimpin oleh ilmuwan dari University of Colorado telah mengungkap pemicu potensial artritis reumatoid (RA), penyakit autoimun kronis.
Penelitian ini berfokus pada jenis bakteri tertentu yang ditemukan di usus, menawarkan wawasan baru tentang bagaimana RA dapat berkembang dan membuka pintu bagi kemungkinan pengobatan baru.
Artritis reumatoid adalah kondisi yang melemahkan di mana sistem kekebalan tubuh secara keliru menyerang sendi-sendi tubuh sendiri, yang menyebabkan nyeri, pembengkakan, dan akhirnya, kerusakan sendi.
Memahami apa yang memicu respons imun ini telah menjadi tantangan besar bagi para peneliti.
Studi baru ini menjelaskan kemungkinan penyebabnya—bakteri yang hidup di usus kita.
Para peneliti memulai dengan memeriksa orang-orang yang berisiko tinggi terkena RA.
Orang-orang ini memiliki penanda tertentu dalam darah mereka, yang dikenal sebagai autoantibodi, yang menunjukkan bahwa sistem kekebalan tubuh mereka sudah waspada, mungkin bersiap untuk menyerang tubuh mereka sendiri.
Untuk menyelidiki hal ini lebih jauh, para ilmuwan mengambil antibodi yang diproduksi oleh sel-sel kekebalan orang-orang ini dan mencampurnya dengan sampel feses mereka.
Usus merupakan rumah bagi triliunan bakteri, dan para peneliti ingin melihat apakah ada bakteri ini yang bereaksi dengan antibodi.
Mengapa fokus pada usus? Hubungan antara kesehatan usus dan kesehatan secara keseluruhan telah menjadi semakin jelas dalam beberapa tahun terakhir.
Komunitas bakteri usus yang kompleks, yang dikenal sebagai mikrobioma, memainkan peran penting dalam mengatur sistem imun.
Dengan mempelajari interaksi antara bakteri usus dan sistem imun, para peneliti berharap dapat mengidentifikasi pemicu potensial RA.
Hasilnya mengejutkan. Antibodi bereaksi kuat terhadap spesies bakteri tertentu yang ditemukan di usus.
Untuk menguji apakah bakteri ini benar-benar dapat memicu RA, para peneliti memasukkannya ke dalam model hewan.
Temuan tersebut membuka mata: hewan tidak hanya mengembangkan penanda darah yang sama seperti yang terlihat pada orang yang berisiko RA, tetapi beberapa bahkan mengembangkan penyakit itu sendiri.
Hubungan langsung antara bakteri usus dan RA ini merupakan penemuan yang signifikan.
Hal ini menunjukkan bahwa pada orang yang cenderung RA, bakteri usus tertentu dapat memicu sistem imun untuk menyerang jaringan tubuh sendiri, yang menyebabkan timbulnya penyakit.
Pada individu yang sehat, bakteri ini tidak menimbulkan bahaya apa pun. Namun, pada mereka yang berisiko terkena RA, sistem imun tampak bereaksi secara tidak normal, memicu reaksi berantai yang mengakibatkan gejala RA.
Implikasi dari penemuan ini sangat mendalam. Jika bakteri usus spesifik ini memang merupakan pemain kunci dalam memicu RA, maka menargetkannya dengan pengobatan berpotensi menghentikan penyakit tersebut sebelum dimulai. Hal ini dapat merevolusi cara RA dicegah dan diobati.
Penelitian yang dipimpin oleh Kristine Kuhn ini memakan waktu lima tahun untuk diselesaikan dan dimungkinkan oleh kontribusi para relawan yang tahu bahwa mereka berisiko terkena RA.
Orang-orang ini memberikan sampel dan informasi berharga yang membantu memajukan pemahaman kita tentang penyakit kompleks ini.
Ke depannya, para peneliti berencana untuk menyelidiki lebih dalam hubungan ini.
Mereka ingin memahami dengan tepat bagaimana bakteri ini mendorong sistem imun untuk menyerang sendi dan jaringan tubuh.
Selain itu, mereka mengeksplorasi cara-cara potensial untuk mencegah respons imun yang berbahaya ini terjadi sejak awal.
Bagi mereka yang tertarik dengan kesehatan dan kebugaran, penelitian ini menyoroti hubungan rumit dalam tubuh kita.
Hal ini juga menggarisbawahi bagaimana sesuatu yang tampaknya tidak berhubungan seperti bakteri usus dapat memiliki dampak besar pada kesehatan kita.
Temuan yang dipublikasikan dalam Science Translational Medicine ini merupakan langkah penting menuju pengungkapan misteri penyakit autoimun seperti artritis reumatoid.
Seiring para peneliti terus mengeksplorasi hubungan ini, ada harapan bahwa pengobatan baru yang lebih efektif untuk RA mungkin akan segera hadir. (kpo)