Home > Gaya Hidup

Lebih dari Separuh Orang Dewasa akan Mengalami Obesitas pada 2050, Termasuk di Indonesia

Saat ini, lebih dari separuh orang dewasa yang kelebihan berat badan atau obesitas di dunia tinggal hanya di delapan negara: Cina, India, Amerika, Brasil, Rusia, Meksiko, Mesir, dan Indonesia.
alodokter
alodokter

Sebuah studi baru memperingatkan bahwa hampir 60% orang dewasa dan sepertiga anak-anak di seluruh dunia akan mengalami kelebihan berat badan atau obesitas pada tahun 2050 kecuali tindakan segera diambil.

Para peneliti dari Institute for Health Metrics and Evaluation (IHME) menganalisis data dari 204 negara dan menggambarkan krisis obesitas sebagai salah satu tantangan kesehatan paling serius di abad ini.

Diterbitkan di The Lancet, studi tersebut menyoroti peningkatan pesat dalam obesitas global.

Pada tahun 1990, 929 juta orang mengalami kelebihan berat badan atau obesitas.

Pada tahun 2021, jumlah tersebut hampir tiga kali lipat menjadi 2,6 miliar.

Jika tren saat ini terus berlanjut, 3,8 miliar orang dewasa—sekitar 60% dari populasi orang dewasa global—akan mengalami kelebihan berat badan atau obesitas pada tahun 2050.

Lonjakan obesitas ini akan memberikan tekanan yang sangat besar pada sistem perawatan kesehatan.

Studi tersebut memperkirakan bahwa pada tahun 2050, sekitar seperempat dari semua penderita obesitas akan berusia di atas 65 tahun, sehingga meningkatkan risiko masalah kesehatan seperti penyakit jantung, diabetes, dan kanker.

Anak-anak dan remaja juga diperkirakan akan terkena dampaknya. Studi tersebut memperkirakan peningkatan 121% dalam tingkat obesitas di kalangan anak muda selama 15 tahun ke depan.

Pada tahun 2050, sepertiga dari anak-anak yang mengalami obesitas akan tinggal di Afrika Utara, Timur Tengah, Amerika Latin, dan Karibia.

Di Mana Obesitas Paling Umum Terjadi?

Saat ini, lebih dari separuh orang dewasa yang kelebihan berat badan atau obesitas di dunia tinggal hanya di delapan negara:

  • Cina

  • India

  • Amerika Serikat

  • Brasil

  • Rusia

  • Meksiko

  • Indonesia

  • Mesir

Negara-negara ini memiliki beberapa populasi terbesar di dunia, tetapi studi tersebut menunjukkan bahwa meningkatnya konsumsi makanan cepat saji, gaya hidup yang tidak banyak bergerak, dan urbanisasi merupakan pendorong utama epidemi obesitas di wilayah-wilayah ini.

Rekan penulis studi Jessica Kerr, dari Murdoch Children’s Research Institute di Australia, yakin masih ada waktu untuk bertindak.

Ia menyerukan tindakan pemerintah yang lebih kuat untuk memperbaiki pola makan dan mempromosikan gaya hidup yang lebih sehat.

“Komitmen politik yang jauh lebih kuat diperlukan untuk mengubah pola makan dalam sistem pangan global yang berkelanjutan,” kata Kerr.

Ia juga menekankan perlunya perubahan dalam aktivitas fisik dan desain perkotaan, termasuk mengurangi akses ke makanan ultra-olahan dan menciptakan lebih banyak ruang publik seperti taman.

Meskipun pola makan yang buruk dan kurangnya olahraga merupakan faktor utama, para ilmuwan masih belum sepenuhnya memahami mengapa tingkat obesitas meningkat begitu cepat.

Peneliti Thorkild Sorensen dari Universitas Kopenhagen mencatat bahwa kelompok yang kurang beruntung secara sosial secara konsisten lebih mungkin mengalami obesitas, tetapi alasan pola ini masih belum jelas.

Studi ini, bagian dari penelitian Beban Penyakit Global yang didanai oleh Bill and Melinda Gates Foundation, berfungsi sebagai peringatan bagi para pembuat kebijakan, profesional perawatan kesehatan, dan individu.

Jika obesitas terus meningkat pada tingkat ini, dunia akan menghadapi konsekuensi kesehatan dan ekonomi yang parah.

Namun, dengan kebijakan gizi yang lebih baik, peningkatan kesadaran publik, dan lingkungan hidup yang lebih baik, masih mungkin untuk memperlambat atau bahkan membalikkan krisis kesehatan global ini.

× Image