Terobosan Baterai Baru Bisa Bikin Mobil Listrik Ngacir Lebih Jauh

Kendaraan listrik (EV) semakin populer, tetapi satu masalah besar tetap ada: pengisian daya. Banyak pengemudi EV khawatir kehabisan daya sebelum mencapai stasiun pengisian daya.
Faktanya, survei terbaru menemukan bahwa hampir setengah dari pemilik EV di AS telah berpikir untuk beralih kembali ke mobil berbahan bakar bensin karena masalah ini.
Kini, para peneliti di Florida International University (FIU) mungkin telah menemukan solusinya.
Mereka telah mengembangkan jenis baterai baru yang dapat membantu EV melaju lebih jauh dengan sekali pengisian daya.
Karya mereka, yang baru-baru ini diterbitkan dalam Energy & Environmental Materials, berfokus pada baterai litium-sulfur—teknologi baru yang menarik yang dapat menggantikan baterai litium-ion saat ini.
Mengapa baterai litium-sulfur?
Baterai litium-sulfur memiliki keunggulan utama dibandingkan baterai litium-ion tradisional. Baterai ini:
- Bobotnya lebih ringan
- Harganya lebih murah
- Mampu menyimpan lebih banyak energi
Artinya, baterai ini dapat memberi daya pada mobil listrik untuk perjalanan yang lebih jauh dan menjaga perangkat seperti ponsel pintar dan laptop tetap menyala dua kali lebih lama.
Namun, ada kekurangan besar—baterai ini tidak bertahan lama. Setelah sekitar 50 kali pengisian daya, baterai ini tidak berfungsi sebagaimana mestinya.
Setelah bertahun-tahun melakukan penelitian, para ilmuwan FIU menemukan cara sederhana untuk membuat baterai litium-sulfur bertahan lebih lama. Rahasianya? Sejumlah kecil platinum.
“Kami harus menjadi ahli baterai untuk memperbaiki masalah ini,” canda Bilal El-Zahab, seorang profesor madya di Fakultas Teknik & Komputasi FIU.
Timnya menemukan bahwa menambahkan nanopartikel platinum—hanya 0,02% dari total material baterai—dapat menstabilkan kinerjanya dan memperpanjang masa pakainya secara drastis.
Dalam pengujian, baterai baru ini mempertahankan 92% kapasitasnya bahkan setelah 500 siklus pengisian daya.
Artinya, baterai ini dapat bertahan hampir sama lamanya dengan baterai lithium-ion masa kini, sekaligus menawarkan kinerja yang jauh lebih baik.
Baterai bekerja dengan memindahkan partikel bermuatan (ion) bolak-balik di antara dua sisi—satu terbuat dari lithium dan yang lainnya dari sulfur.
Namun, pada baterai lithium-sulfur, reaksi kimia antara lithium dan sulfur menghasilkan senyawa sulfur yang tidak diinginkan, yang disebut polisulfida, yang dapat merusak baterai seiring waktu.
Reaksi ini menyebabkan penumpukan yang tidak teratur pada sisi lithium, yang membuat baterai kehilangan energi dan akhirnya berhenti bekerja.
Untuk mencegah hal ini, para peneliti menambahkan nanopartikel platinum ke sisi sulfur.
Partikel-partikel kecil ini bertindak seperti pengatur lalu lintas, yang mengarahkan lithium dan menghentikan reaksi yang tidak diinginkan.
“Menambahkan platinum seperti menambahkan sedikit garam ke makanan—sedikit saja sudah membuat perbedaan besar,” jelas El-Zahab.
Baterai lithium-sulfur tim FIU kini tengah menjalani pengujian pihak ketiga, sebuah langkah penting sebelum dapat dilisensikan dan dikomersialkan.
Jika berhasil, teknologi ini dapat merevolusi kendaraan listrik, membuat perjalanan jauh lebih mudah, dan mengurangi kekhawatiran tentang pengisian daya.
Dengan terobosan ini, masa depan mobil listrik terlihat lebih cerah dari sebelumnya!