Home > Didaktika

Ukuran Pinggang Merupakan Indikator Risiko Kanker yang Lebih Kuat Ketimbang BMI, Terutama Bagi Pria

Meskipun BMI telah lama digunakan untuk menilai berat badan dan risiko kanker, BMI hanya mencerminkan ukuran tubuh secara umum dan tidak membedakan antara otot dan lemak.
intermountainhealthcare.org
intermountainhealthcare.org

Sebuah studi baru yang penting dari Swedia menemukan bahwa lingkar pinggang (WC)—pengukuran sederhana lemak perut—mungkin merupakan prediktor risiko kanker terkait obesitas yang lebih akurat pada pria daripada indeks massa tubuh (BMI) yang lebih umum digunakan.

Temuan tersebut dipresentasikan di European Congress on Obesity (ECO 2025) dan dipublikasikan dalam Journal of the National Cancer Institute.

Meskipun BMI telah lama digunakan untuk menilai berat badan dan risiko kanker, BMI hanya mencerminkan ukuran tubuh secara umum dan tidak membedakan antara otot dan lemak atau mengungkapkan di mana lemak disimpan.

Di sisi lain, lingkar pinggang memberikan wawasan tentang lemak perut, khususnya lemak visceral, yang mengelilingi organ dalam dan diketahui memiliki efek berbahaya bagi kesehatan.

Studi yang dipimpin oleh peneliti Dr. Ming Sun, Dr. Josef Fritz, dan Dr. Tanja Stocks dari Universitas Lund di Malmö, Swedia, menganalisis data kesehatan dari 339.190 orang dewasa yang telah menjalani pengukuran BMI dan lingkar pinggang antara tahun 1981 dan 2019.

Sebagian besar peserta (61%) diukur oleh tenaga kesehatan, sedangkan sisanya dilaporkan sendiri. Usia rata-rata adalah 51 tahun.

Para peneliti melacak orang-orang ini selama rata-rata 14 tahun menggunakan Swedish Cancer Register.

Selama waktu ini, tercatat 18.185 kasus kanker terkait obesitas, termasuk kanker usus besar, hati, pankreas, payudara pascamenopause, ovarium, dan banyak lagi—jenis yang sangat terkait dengan kelebihan lemak tubuh.

Untuk membandingkan WC dan BMI secara adil (yang diukur pada skala yang berbeda), para peneliti menggunakan pendekatan standar yang memungkinkan mereka menilai risiko kanker per jumlah peningkatan yang sama pada setiap pengukuran.

Pada pria, hasil penelitian menunjukkan bahwa:

  • Peningkatan ukuran pinggang sebesar 11 cm (misalnya, dari 90 cm menjadi 100,8 cm) dikaitkan dengan risiko 25% lebih tinggi terkena kanker terkait obesitas.

  • Peningkatan BMI sebesar 3,7 kg/m² (misalnya, dari 24 menjadi 27,7 kg/m²) dikaitkan dengan risiko 19% lebih tinggi.

  • Bahkan setelah memperhitungkan BMI, pinggang yang lebih besar tetap menjadi faktor risiko independen untuk kanker, yang menunjukkan bahwa lemak perut sendiri membawa risiko kanker yang unik di luar ukuran tubuh secara umum.

Pada wanita, hasilnya berbeda:

  • Peningkatan ukuran pinggang sebesar 12 cm dan peningkatan BMI sebesar 4,3 kg/m² masing-masing dikaitkan dengan risiko yang hanya 13% lebih tinggi.

  • Tidak seperti pada pria, lingkar pinggang tidak memberikan banyak informasi tambahan di luar BMI, yang berarti bahwa ukuran pinggang saja tidak menjadi penanda risiko yang kuat pada wanita.

Mengapa Ada Perbedaan?

Para peneliti percaya perbedaan berdasarkan jenis kelamin berkaitan dengan cara pria dan wanita menyimpan lemak:

  • Pria cenderung menyimpan lemak di sekitar perut, yang kemudian berubah menjadi lemak visceral, yang lebih aktif dalam mendorong masalah kesehatan seperti peradangan dan resistensi insulin.

  • Wanita, terutama sebelum menopause, cenderung menyimpan lebih banyak lemak subkutan di pinggul dan paha, yang secara metabolik kurang berbahaya.

Hal ini dapat menjelaskan mengapa ukuran pinggang merupakan penanda lemak berbahaya yang lebih baik pada pria daripada pada wanita.

Selain itu, perbedaan hormonal mungkin berperan. Lemak memengaruhi hormon seks secara berbeda pada pria dan wanita, dan hormon ini dapat memengaruhi perkembangan kanker dengan cara yang berbeda.

Pria juga dapat memproduksi lebih banyak insulin sebagai respons terhadap lemak perut, yang telah dikaitkan dengan risiko kanker yang lebih tinggi.

Para peneliti menyarankan bahwa menggabungkan ukuran pinggang dan pinggul, terutama untuk wanita, dapat membantu memperkirakan risiko kanker dengan lebih baik, karena hal ini memberikan gambaran yang lebih lengkap tentang distribusi lemak.

Penelitian selanjutnya yang menggunakan pengukuran lemak tubuh yang lebih rinci—seperti pemindaian tubuh—dapat memberikan wawasan yang lebih jelas.

Studi besar yang dirancang dengan baik ini memberikan bukti kuat bahwa lingkar pinggang merupakan indikator risiko kanker terkait obesitas yang lebih andal pada pria daripada BMI.

Studi ini menyoroti keterbatasan penggunaan BMI saja untuk menilai risiko kanker dan mendukung gagasan bahwa tempat penyimpanan lemak sama pentingnya dengan seberapa banyak lemak yang dimiliki seseorang.

Bagi wanita, temuannya lebih bernuansa. Meskipun ukuran pinggang yang lebih besar masih terkait dengan peningkatan risiko kanker, tampaknya hal itu tidak memberikan banyak nilai prediktif di luar BMI.

Hal ini mungkin disebabkan oleh fakta bahwa BMI telah menangkap sebagian besar distribusi lemak yang relevan pada wanita, atau bahwa lemak memengaruhi risiko kanker mereka melalui jalur biologis yang berbeda.

Yang terpenting, studi ini menekankan perlunya pendekatan khusus jenis kelamin saat menilai risiko kanker dan merancang strategi pencegahan.

Studi ini juga menyerukan alat yang lebih tepat untuk mengukur lemak tubuh, daripada hanya mengandalkan BMI atau bahkan ukuran pinggang.

Sebagai kesimpulan, mengukur ukuran pinggang—terutama pada pria—dapat membantu dokter mengidentifikasi individu yang berisiko lebih tinggi untuk kanker tertentu dengan lebih baik.

Ini adalah alat sederhana dan murah yang dapat meningkatkan upaya pencegahan kanker bila digunakan bersama dengan penilaian kesehatan lainnya.

× Image