Home > Iptek

Ilmuwan Temukan Cara Mengubah Batang Pisang Jadi Kain, Ekstensi Rambut, dan Pembalut Wanita

Tim menemukan bahwa satu varietas pisang tertentu, yang dikenal secara lokal sebagai Kayinja (atau Musa), menghasilkan serat yang paling kuat dan paling menarik.
Menganyam karpet menggunakan benang serat pisang, di pabrik Texfad di Sonde, Distrik Mukono, Uganda/AP/Hajarah Nalwadda
Menganyam karpet menggunakan benang serat pisang, di pabrik Texfad di Sonde, Distrik Mukono, Uganda/AP/Hajarah Nalwadda

Peneliti di Uganda menemukan cara kreatif untuk mengubah limbah dari tanaman pisang menjadi produk yang bermanfaat seperti tekstil, ekstensi rambut, dan bahkan pembalut wanita.

Inovasi ini dapat membantu negara tersebut mendapatkan keuntungan dari meningkatnya minat global terhadap bahan yang ramah lingkungan.

Inti dari upaya ini adalah proyek Banatex-EA, yang berpusat di Universitas Busitema di Uganda timur.

Tim yang dipimpin oleh dosen teknik tekstil Edwin Kamalha, telah menemukan cara untuk mengubah batang pisang—yang biasanya dibuang setelah panen—menjadi serat yang lembut dan dapat dipintal yang dapat digunakan untuk membuat kain dan barang lainnya.

Secara tradisional, batang pisang dibiarkan membusuk di ladang dan berfungsi sebagai pupuk. Sekarang, batang pisang dapat menjadi sumber pendapatan baru bagi petani.

Kamalha mengatakan idenya adalah untuk mengurangi limbah dan menciptakan nilai dari sesuatu yang seharusnya dibuang.

Pisang merupakan salah satu tanaman terpenting di Uganda, ditanam oleh hampir 75% petani, tetapi sebagian besar tanaman terbuang sia-sia setelah buahnya dipanen.

Batangnya, yang disebut batang semu, membawa nutrisi ke buah pisang dan sering kali diabaikan setelah dipanen.

Menurut Kamalha, tantangannya adalah serat pisang secara alami kaku dan kasar, sehingga sulit dipintal menjadi benang.

Timnya berupaya melembutkan serat agar lebih mirip katun. Dengan perbaikan ini, mereka mampu menghasilkan serat pisang yang cocok untuk tekstil dan produk rambut.

Untuk membantu memasarkan ide mereka, para peneliti telah bekerja sama dengan TEXFAD, sebuah perusahaan tekstil lokal, dan juga bekerja sama dengan Biro Standar Nasional Uganda untuk menetapkan pedoman mutu bagi produk serat pisang.

Tim menemukan bahwa satu varietas pisang tertentu, yang dikenal secara lokal sebagai Kayinja (atau Musa), menghasilkan serat yang paling kuat dan paling menarik.

Jenis ini sering digunakan untuk membuat bir pisang tradisional tetapi juga ternyata ideal untuk membuat kain dan ekstensi rambut.

Namun, proyek tersebut masih menghadapi kendala. Uganda belum mengesahkan undang-undang yang mengizinkan rekayasa genetika, yang mempersulit pembuatan tanaman pisang yang dibiakkan khusus untuk serat, bukan makanan.

Hal ini membatasi sejauh mana teknologi tersebut dapat digunakan saat ini.

Ada pula tantangan dalam mengekspor produk-produk ini. Karena serat pisang masih sangat baru, serat tersebut tidak memiliki kode produk internasional yang baku, sehingga lebih sulit untuk dijual ke luar negeri.

Preferensi konsumen merupakan masalah lain. Sementara sebagian orang penasaran dengan produk serat pisang, yang lain masih lebih menyukai bahan tradisional seperti rambut manusia.

Meski demikian, para pendukung seperti Kimani Muturi dari TEXFAD percaya bahwa serat pisang memiliki potensi yang sangat besar.

Perusahaannya melatih kaum muda untuk mengolah serat tersebut dan melihatnya sebagai kunci untuk mengembangkan industri tekstil Uganda.

Para ahli sepakat bahwa membangun permintaan yang kuat adalah langkah selanjutnya. Jika orang-orang mulai meminta produk serat pisang, produksi pasti akan menyusul.

× Image