Home > Didaktika

Dikuntit Bisa Meningkatkan Risiko Serangan Jantung dan Stroke Pada Perempuan, Oh Ya?

Sekitar 1 dari 3 perempuan di AS pernah mengalami penguntitan, namun bentuk kekerasan ini jarang dipertimbangkan dalam penelitian kardiovaskular.
womenshealth.gov
womenshealth.gov

Perempuan yang melaporkan pernah dikuntit atau yang telah mendapatkan perintah penahanan lebih mungkin mengalami serangan jantung dan stroke di kemudian hari, menurut sebuah studi baru yang diterbitkan dalam jurnal American Heart Association, Circulation.

Studi yang dipimpin oleh Dr. Rebecca B. Lawn dari Harvard T.H. Chan School of Public Health dan University of British Columbia ini menemukan bahwa bentuk-bentuk kekerasan yang sering terabaikan ini dapat memiliki efek jangka panjang pada kesehatan jantung perempuan.

Sekitar 1 dari 3 perempuan di AS pernah mengalami penguntitan, namun bentuk kekerasan ini jarang dipertimbangkan dalam penelitian kardiovaskular.

Studi ini menganalisis data dari lebih dari 66.000 perempuan yang terdaftar dalam Nurses’ Health Study II antara tahun 2001 dan 2021.

Pada awalnya, tidak ada perempuan yang menderita penyakit kardiovaskular.

Para peneliti menanyakan apakah mereka pernah dikuntit atau pernah mengambil perintah penahanan, yang dianggap sebagai indikator kekerasan berat.

Temuan utama meliputi:

  • Hampir 12% perempuan melaporkan pernah dikuntit.

  • Hampir 6% melaporkan mendapatkan perintah penahanan.

  • Selama 20 tahun, sekitar 3% mengalami penyakit jantung atau stroke.

  • Perempuan yang melaporkan pernah dikuntit 41% lebih mungkin mengalami penyakit kardiovaskular dibandingkan mereka yang tidak.

  • Perempuan yang telah mengambil perintah penahanan 70% lebih mungkin melaporkan penyakit kardiovaskular.

Hubungan tersebut tetap kuat bahkan setelah disesuaikan dengan faktor-faktor lain seperti kebiasaan kesehatan, penggunaan obat, pelecehan masa kecil, dan gejala depresi.

Dr. Lawn menekankan keseriusan penguntitan, meskipun tidak melibatkan kontak fisik.

"Penguntitan bisa bersifat kronis dan mengubah hidup. Banyak perempuan harus pindah atau mengubah rutinitas karena merasa tidak aman," ujarnya.

Dr. Harmony R. Reynolds, seorang ahli kardiologi yang tidak terlibat dalam penelitian ini, mencatat bahwa pengalaman hidup yang penuh tekanan seperti kesedihan dan trauma sudah diketahui dapat meningkatkan risiko penyakit jantung.

"Merasa tidak aman dalam jangka waktu lama berdampak buruk pada tubuh. Jantung dan otak berkaitan erat dalam hal stres," kata Reynolds.

Ia menambahkan bahwa dukungan sosial—berbicara dengan orang-orang tepercaya—dapat membantu mengurangi efek ini.

Meskipun mekanisme biologis yang tepat tidak diteliti dalam penelitian ini, para peneliti percaya bahwa stres kronis dapat merusak pembuluh darah dan mengganggu fungsi tubuh normal, yang menyebabkan risiko kardiovaskular yang lebih tinggi.

Penelitian ini memiliki beberapa keterbatasan. Sebagian besar partisipan adalah perawat kulit putih non-Hispanik di AS, sehingga temuan ini mungkin tidak berlaku untuk semua populasi.

Penelitian sebelumnya menunjukkan bahwa penguntitan dan kekerasan mungkin lebih umum terjadi pada perempuan dari latar belakang ras atau etnis minoritas atau berpenghasilan rendah.

Selain itu, penguntitan dan perintah penahanan dilaporkan sendiri oleh partisipan, yang dapat memengaruhi akurasi.

Dr. Lawn menyerukan lebih banyak penelitian dan pelatihan bagi tenaga kesehatan untuk mengenali risiko kesehatan yang terkait dengan kekerasan.

"Kita perlu meningkatkan kesadaran bahwa pelecehan emosional dan psikologis, termasuk penguntitan, dapat berdampak jangka panjang pada kesehatan fisik," ujarnya.

Studi ini diterbitkan dalam Circulation.

× Image