Begini Cara Menanam Padi yang Lebih Bergizi dengan Lebih Sedikit Pupuk

Beras merupakan makanan pokok sehari-hari bagi lebih dari 3,5 miliar orang di seluruh dunia, tetapi memproduksinya menimbulkan biaya yang sangat besar bagi lingkungan, iklim, dan ekonomi.
Menanam padi membutuhkan penggunaan pupuk kaya nitrogen dalam jumlah besar, yang mahal, boros, dan merupakan penyumbang utama polusi dan emisi gas rumah kaca.
Kini, sebuah studi terobosan yang dipimpin oleh para ilmuwan di Universitas Massachusetts Amherst dan Universitas Jiangnan di Tiongkok dapat menunjukkan masa depan pertanian padi yang lebih berkelanjutan.
Para peneliti menemukan bahwa penerapan selenium skala nano —mineral yang penting bagi tanaman dan manusia— dapat membuat pertanian padi lebih efisien dan bergizi.
Studi mereka, yang diterbitkan dalam Proceedings of the National Academy of Sciences, adalah yang pertama menunjukkan bahwa pendekatan ini berhasil di luar laboratorium dalam kondisi dunia nyata.
Selama Revolusi Hijau di pertengahan abad ke-20, pupuk sintetis mendorong peningkatan hasil panen yang dramatis.
Namun kemajuan tersebut telah mencapai batasnya. Pupuk mahal untuk diproduksi, melepaskan karbon dioksida dalam jumlah besar, dan seringkali tidak berada di tempat yang dibutuhkan.
Tanaman padi, khususnya, hanya menggunakan sekitar 30% nitrogen yang diberikan, yang berarti sebagian besar pupuk terbuang ke sungai dan laut, yang menciptakan zona mati dan masalah ekologi lainnya.
Apa yang tersisa di tanah menghasilkan metana, amonia, dan dinitrogen oksida—gas rumah kaca yang kuat yang memperburuk perubahan iklim.
“Semua orang tahu kita perlu meningkatkan efisiensi penggunaan nitrogen,” kata Baoshan Xing, salah satu penulis senior studi tersebut. “Pertanyaannya adalah bagaimana?”
Jawaban tim tersebut adalah selenium skala nano. Alih-alih mengaplikasikannya ke tanah, tempat sebagian besar nutrisi terbuang, mereka menyemprotkannya langsung ke tanaman padi menggunakan drone.
Metode ini memungkinkan tanaman menyerap selenium jauh lebih efektif.
Hasilnya dramatis: fotosintesis meningkat lebih dari 40%, yang membantu tanaman menangkap lebih banyak karbon dioksida dan mengubahnya menjadi energi untuk pertumbuhan.
Akar yang lebih kuat kemudian melepaskan senyawa yang memberi makan mikroba bermanfaat di dalam tanah.
Mikroba ini bekerja sama dengan tanaman untuk menyerap lebih banyak nitrogen, meningkatkan efisiensi penggunaan nitrogen dari 30% menjadi 48,3%.
Pendekatan ini tidak hanya mengurangi pelepasan gas berbahaya hingga 45%, tetapi juga membuat beras itu sendiri lebih sehat.
Biji-bijian mengandung lebih banyak protein, asam amino esensial, dan selenium, sehingga lebih bergizi untuk diet manusia. Di saat yang sama, hasil panen tetap tinggi bahkan dengan pupuk yang 30% lebih sedikit.
Menurut para peneliti, metode ini dapat mengurangi dampak negatif lingkungan dari budidaya padi hingga 41% sekaligus meningkatkan keuntungan petani lebih dari sepertiga per ton beras.
Karena budidaya padi menyumbang hingga 20% dari penggunaan pupuk global, penemuan ini dapat memberikan manfaat besar bagi ketahanan pangan, perubahan iklim, dan keberlanjutan pertanian.
Seperti yang dicatat Xing, "Kita membutuhkan revolusi pertanian jenis baru, dan selenium skala nano dapat menjadi bagian dari solusinya."