Home > Gaya Hidup

Benarkah Daging Merah dan Susu Meningkatkan Risiko Kanker?

Penelitian telah menunjukkan bahwa mengonsumsi daging merah dan olahan dalam jumlah besar dapat meningkatkan risiko jenis kanker tertentu, khususnya kanker kolorektal.

Penelitian terkini telah menyoroti potensi hubungan antara pola makan dan risiko terkena kanker.

Meskipun berbagai faktor berkontribusi terhadap kanker, seperti genetika, lingkungan, dan gaya hidup, apa yang kita makan juga dapat memainkan peran penting dalam risiko terkena penyakit ini.

Misalnya, penelitian telah menunjukkan bahwa mengonsumsi daging merah dan olahan dalam jumlah besar dapat meningkatkan risiko jenis kanker tertentu, khususnya kanker kolorektal.

Demikian pula, konsumsi alkohol berlebihan telah dikaitkan dengan peningkatan risiko kanker, termasuk kanker payudara, hati, dan kolorektal.

Di sisi lain, beberapa makanan dapat membantu melindungi terhadap kanker. Pola makan yang kaya buah-buahan, sayuran, dan biji-bijian utuh telah dikaitkan dengan risiko kanker yang lebih rendah.

Makanan ini dikemas dengan antioksidan dan nutrisi lain yang dapat membantu mencegah kerusakan sel dan peradangan, yang keduanya merupakan faktor risiko kanker yang diketahui.

Selain itu, menjaga berat badan yang sehat melalui pola makan seimbang dan olahraga teratur telah terbukti mengurangi risiko berbagai kanker, termasuk kanker payudara, usus besar, dan prostat.

Sebuah studi terbaru oleh para ilmuwan dari Universitas Tel Aviv lebih jauh menyelidiki hubungan antara pola makan dan risiko kanker, dengan fokus pada konsumsi daging merah dan produk susu.

Para peneliti menyelidiki molekul gula yang disebut Neu5Gc, yang ditemukan dalam daging mamalia seperti sapi, babi, dan domba, serta dalam produk susu.

Manusia tidak secara alami memproduksi Neu5Gc, tetapi mereka mengembangkan antibodi terhadapnya setelah mengonsumsi daging dan susu, terutama sejak usia muda.

Penelitian sebelumnya menunjukkan bahwa antibodi anti-Neu5Gc ini dapat memperburuk kanker pada hewan, mendorong tim Tel Aviv untuk menyelidiki apakah hubungan serupa ada pada manusia.

Studi ini melibatkan hampir 20.000 orang dewasa di seluruh dunia yang melaporkan asupan makanan mereka selama beberapa hari.

Para peneliti mengukur asupan Neu5Gc harian mereka dari daging merah dan produk susu dan mengambil sampel darah dari 120 peserta untuk menilai kadar antibodi anti-Neu5Gc mereka.

Studi tersebut menemukan bahwa pria umumnya mengonsumsi lebih banyak Neu5Gc daripada wanita, terutama dari daging merah, dan memiliki kadar antibodi anti-Neu5Gc yang lebih tinggi.

Selain itu, individu yang mengonsumsi lebih banyak daging merah dan produk susu memiliki kadar antibodi yang lebih tinggi.

Yang terpenting, para peneliti menemukan korelasi yang kuat antara asupan Neu5Gc yang tinggi dari daging merah dan keju dengan peningkatan risiko kanker.

Temuan tersebut menunjukkan bahwa orang yang mengonsumsi daging merah dan keju dalam jumlah yang signifikan lebih mungkin mengembangkan kadar antibodi anti-Neu5Gc yang lebih tinggi, yang dapat meningkatkan risiko kanker mereka.

Untuk lebih memahami hubungan ini, para peneliti mengembangkan alat baru yang disebut indeks Gcemic.

Indeks ini memprediksi individu mana yang cenderung mengembangkan kadar antibodi yang tinggi berdasarkan konsumsi daging merah dan keju mereka.

Dengan mengidentifikasi peran antibodi anti-Neu5Gc dalam perkembangan kanker, studi tersebut memberikan wawasan berharga yang dapat membantu orang membuat pilihan makanan yang lebih tepat.

Meskipun penelitian lebih lanjut diperlukan untuk sepenuhnya memahami hubungan ini, temuan tersebut menggarisbawahi pentingnya diet seimbang dalam mengurangi risiko kanker.

Secara keseluruhan, penelitian ini menunjukkan bahwa konsumsi daging merah dan produk susu yang tinggi dapat meningkatkan risiko kanker.

Dengan menyadari potensi risiko ini, individu dapat membuat pilihan makanan yang lebih sehat yang dapat membantu menurunkan kemungkinan mereka terkena penyakit serius ini.

Para ahli umumnya merekomendasikan diet yang kaya buah-buahan, sayuran, biji-bijian utuh, dan protein rendah lemak sambil membatasi asupan makanan olahan, daging merah, dan alkohol.

Dengan mengadopsi kebiasaan diet ini, orang tidak hanya dapat mengurangi risiko kanker mereka tetapi juga meningkatkan kesehatan dan kesejahteraan mereka secara keseluruhan.

Penelitian yang dipimpin oleh Dr. Vered Padler-Karavani ini diterbitkan dalam BMC Medicine dan menambah bukti yang semakin banyak yang menghubungkan diet dengan risiko kanker.

Seiring dengan penelitian yang terus mengeksplorasi hubungan ini, individu dapat mengambil langkah proaktif untuk melindungi kesehatan mereka melalui pilihan diet yang bijaksana.

× Image