Home > Gaya Hidup

Studi Menemukan Penyebab Penyakit Autoimun

Studi tersebut mengungkap bagaimana perubahan genetik ini dapat menyebabkan produksi sel imun "nakal".
Unsplash
Unsplash

Sebuah studi terbaru oleh para peneliti di Garvan Institute of Medical Research telah mengungkap hubungan penting antara varian gen yang terkait dengan leukemia dan perkembangan penyakit autoimun.

Studi tersebut mengungkap bagaimana perubahan genetik ini dapat menyebabkan produksi sel imun "nakal", khususnya sel T pembunuh, yang biasanya bertanggung jawab untuk menghancurkan sel dan patogen berbahaya.

Namun, sel-sel nakal ini dapat secara keliru menyerang sel-sel tubuh sendiri, yang memicu penyakit autoimun.

Hubungan antara leukemia dan penyakit autoimun telah membingungkan para ilmuwan selama beberapa waktu.

Telah diamati bahwa pasien leukemia sering mengembangkan kondisi autoimun seperti artritis reumatoid atau anemia aplastik.

Penelitian baru ini menjelaskan mekanisme dasar yang menghubungkan kondisi ini, menyoroti peran sel T pembunuh dalam leukemia dan gangguan autoimun.

Sel T pembunuh adalah bagian penting dari sistem imun, yang dirancang untuk mencari dan menghancurkan sel-sel yang menimbulkan ancaman, seperti sel kanker atau agen infeksius. Namun, penelitian tersebut menemukan bahwa variasi gen tertentu yang memengaruhi protein yang disebut STAT3 dapat menyebabkan sel-sel T ini menjadi "nakal".

Ketika protein ini, yang sangat penting untuk mengendalikan pertumbuhan dan fungsi sel-sel imun, diubah, hal itu dapat menyebabkan pertumbuhan sel-sel T yang tidak terkendali.

Hasilnya adalah sel-sel ini menjadi sangat besar dan agresif, melewati titik pemeriksaan imun yang biasa mencegahnya menyerang jaringan tubuh sendiri.

Proses ini merupakan pedang bermata dua: sementara kanker dapat berkembang biak ketika sistem imun gagal mengenali dan menghancurkan sel-sel tumor, penyakit autoimun terjadi ketika sistem imun secara keliru menargetkan sel-sel yang sehat.

Penelitian tersebut menunjukkan bahwa bahkan persentase kecil—hanya 1-2%—sel-sel T yang menjadi nakal dapat cukup untuk memicu respons autoimun.

Untuk mengungkap temuan ini, para peneliti menggunakan teknik penyaringan resolusi tinggi yang canggih untuk memeriksa sampel darah dari anak-anak dengan penyakit autoimun bawaan yang langka.

Mereka menggunakan CRISPR/Cas9, alat penyuntingan genom yang canggih, untuk menyelidiki efek perubahan genetik protein STAT3 pada model tikus.

STAT3 adalah protein yang ditemukan di seluruh tubuh dan merupakan bagian integral dari berbagai fungsi seluler, termasuk pengaturan sel B dan sel T, yang merupakan komponen penting dari sistem imun.

Temuan penelitian ini memiliki implikasi signifikan untuk pengobatan penyakit autoimun.

Dengan mengidentifikasi mutasi genetik spesifik yang menyebabkan pertumbuhan sel T nakal, dokter berpotensi menargetkan pengobatan dengan lebih efektif. Misalnya, inhibitor JAK, yang telah disetujui oleh Therapeutic Goods Administration (TGA), dapat digunakan lebih tepat berdasarkan keberadaan mutasi ini.

Lebih jauh, penelitian ini mengidentifikasi dua sistem reseptor yang terlibat dalam komunikasi seluler yang terkait dengan respons stres.

Memahami sistem ini dapat mengarah pada pengembangan teknologi penyaringan baru. Ini dapat memungkinkan dokter untuk mengurutkan genom lengkap setiap sel dalam sampel darah, mengidentifikasi sel mana yang berpotensi menjadi nakal dan menyebabkan penyakit.

Studi ini, yang dipimpin oleh Dr. Etienne Masle-Farquhar dan dipublikasikan dalam jurnal Immunity, memberikan perspektif baru tentang hubungan antara kanker dan penyakit autoimun.

Studi ini membuka kemungkinan untuk terapi yang lebih terarah dan strategi pencegahan, yang berpotensi meningkatkan hasil bagi pasien yang berisiko terkena leukemia dan kondisi autoimun.

Seiring para peneliti terus mengeksplorasi dasar genetik penyakit ini, kita mungkin akan semakin dekat dengan pengobatan yang lebih efektif dan pemahaman yang lebih baik tentang cara mencegah sel imun jahat merusak tubuh.

× Image