Home > Didaktika

Ilmuwan Temukan Alasan Makan Daging Merah Bisa Tingkatkan Risiko Kanker Kolorektal

Temuan mereka dapat membuka jalan bagi terapi kanker baru yang menargetkan telomerase, enzim yang terlibat dalam perkembangan penyakit.
Unsplash
Unsplash

Peneliti dari Badan Sains, Teknologi, dan Penelitian (A*STAR) dan Pusat Kanker Nasional Singapura (NCCS) telah menemukan hubungan penting antara konsumsi daging merah yang berlebihan dan peningkatan risiko kanker kolorektal.

Temuan mereka dapat membuka jalan bagi terapi kanker baru yang menargetkan telomerase, enzim yang terlibat dalam perkembangan penyakit.

Kanker kolorektal adalah kanker ketiga yang paling umum di seluruh dunia dan penyebab kematian akibat kanker kedua di Singapura.

Meskipun pilihan gaya hidup, khususnya pola makan, diketahui memengaruhi perkembangannya, mekanisme pasti yang menghubungkan konsumsi daging merah yang tinggi dengan risiko kanker kolorektal masih menjadi misteri.

Studi baru ini, yang diterbitkan dalam Cancer Discovery, memberikan bagian yang hilang.

Tim peneliti menemukan bahwa zat besi, yang banyak terdapat dalam daging merah, mengaktifkan kembali telomerase dalam sel kanker.

Telomerase adalah enzim yang menjaga ujung DNA, dan ketika terlalu aktif, enzim ini membantu sel kanker berkembang biak tanpa terkendali.

Penemuan ini menjelaskan bagaimana asupan daging merah yang tinggi dapat menyebabkan kanker kolorektal dan memberikan kesempatan untuk mengeksplorasi pilihan pengobatan baru.

Pengobatan Terobosan Potensial

Penelitian ini tidak hanya mengidentifikasi hubungan antara zat besi dan telomerase. Para peneliti juga menemukan strategi pengobatan baru yang potensial menggunakan molekul kecil yang disebut SP2509.

SP2509 bekerja dengan menghalangi interaksi antara zat besi dan telomerase, mencegah reaktivasi enzim.

Dalam uji laboratorium, SP2509 tidak hanya menghentikan aktivasi telomerase tetapi juga secara signifikan mengurangi pertumbuhan tumor, menawarkan harapan baru untuk mengobati kanker kolorektal.

Profesor Vinay Tergaonkar, Peneliti Utama Terkemuka di ASTAR Institute for Molecular and Cell Biology (IMCB), memimpin tim multidisiplin, yang mencakup ilmuwan dari ASTAR’s Genome Institute of Singapore (GIS), Singapore General Hospital (SGH), dan NCCS.

Tergaonkar menekankan pentingnya memahami peran zat besi dalam perkembangan kanker.

Dia bilang,“Penelitian kami di masa mendatang akan difokuskan pada penyempurnaan strategi terapi yang menargetkan mekanisme ini, dengan harapan dapat mengembangkan perawatan yang lebih efektif bagi pasien, terutama mereka yang memiliki kadar zat besi tinggi.”

Bagaimana Penelitian Dilakukan

Untuk mengungkap hubungan antara zat besi dan kanker kolorektal, tim tersebut memeriksa sampel dari pasien kanker kolorektal dan melakukan studi laboratorium terperinci menggunakan lini sel kanker.

Bekerja sama dengan dokter dari NCCS, mereka menemukan bahwa zat besi berinteraksi dengan protein yang disebut Pirin, yang mendeteksi kadar zat besi.

Interaksi ini memicu pengaktifan kembali telomerase dalam sel kanker, yang mendorong pertumbuhannya yang tidak terkendali.

Analisis kimia lebih lanjut terhadap lini sel kanker kolorektal manusia mengarahkan para peneliti untuk mengidentifikasi SP2509.

Molekul kecil ini bersaing dengan zat besi untuk mengikat protein Pirin, yang secara efektif mencegah telomerase diaktifkan kembali.

Temuan tersebut tidak hanya mengungkap cara baru untuk mengatasi kanker kolorektal tetapi juga menjelaskan bagaimana kebiasaan makan berkontribusi terhadap perkembangannya.

Implikasi yang Lebih Luas dan Penelitian di Masa Depan

Penemuan ini merupakan bagian dari program penelitian nasional yang lebih luas yang disebut Colo-SCRIPT, yang bertujuan untuk lebih memahami dan mengelola kanker kolorektal dengan mengeksplorasi pengaruh faktor lingkungan, metabolisme, dan mikroba.

Associate Professor Iain Tan, Konsultan Senior di Divisi Onkologi Medis di NCCS, menjelaskan pentingnya penelitian yang sedang berlangsung ini.

“Melalui Colo-SCRIPT, kami akan terus menyelidiki peran zat besi dan faktor risiko lainnya dalam mendorong kanker kolorektal."

"Temuan kami menawarkan wawasan berharga tentang bagaimana berbagai subtipe penyakit berkembang dan dapat membantu kami mengidentifikasi metode baru untuk mencegah dan mengobatinya,” kata Tan.

Temuan penelitian ini menjanjikan, karena memberikan pemahaman yang lebih jelas tentang bagaimana kadar zat besi yang tinggi dari daging merah dapat berkontribusi terhadap kanker dan menunjukkan kemungkinan pilihan pengobatan baru.

Dengan menghalangi interaksi antara zat besi dan telomerase, terapi seperti SP2509 dapat menjadi alat penting dalam memerangi kanker kolorektal, terutama pada pasien dengan pola makan yang kaya akan makanan kaya zat besi.

Meskipun hasil ini menggembirakan, para peneliti berencana untuk menyempurnakan strategi terapi mereka dan mengeksplorasi molekul kecil tambahan yang mungkin menargetkan jalur yang baru diidentifikasi ini.

Seperti yang dicatat Profesor Tergaonkar, "Kami gembira dengan potensi molekul kecil seperti SP2509 untuk merevolusi perawatan kanker dan meningkatkan hasil bagi pasien di seluruh dunia."

Singkatnya, penelitian ini mengungkap hubungan langsung antara konsumsi daging merah dan kanker kolorektal, yang didorong oleh aktivasi telomerase oleh zat besi.

Penemuan ini tidak hanya membantu menjelaskan mengapa daging merah meningkatkan risiko kanker tetapi juga membuka pintu bagi perawatan baru yang ditujukan untuk memblokir jalur berbahaya ini.

Dengan penelitian yang berkelanjutan, temuan ini dapat mengarah pada terapi yang lebih efektif dan strategi pencegahan terhadap kanker kolorektal.

Temuan penelitian dapat ditemukan di Cancer Discovery. (kpo)

× Image