Temuan Penelitian: Diabetes Tipe 2 Berkait dengan Penipisan Otak Pada Orang Dewasa Lebih Tua

Sebuah penelitian terbaru yang dipimpin oleh University of Southern California (USC) telah mengungkap hubungan yang kuat antara diabetes melitus tipe 2 (T2DM) dan perubahan struktur otak pada orang dewasa yang lebih tua.
Penelitian yang dipublikasikan dalam Alzheimer’s & Dementia: Diagnosis, Assessment & Disease Monitoring, menyoroti bagaimana diabetes dapat menyebabkan penipisan korteks otak, khususnya di area yang penting untuk memori dan berpikir.
Penemuan ini menyoroti pentingnya mengelola kadar gula darah untuk melindungi kesehatan otak seiring bertambahnya usia.
Diabetes tipe 2 adalah kondisi jangka panjang yang memengaruhi kemampuan tubuh untuk mengatur gula darah.
Sekitar satu dari sepuluh orang Amerika hidup dengan kondisi ini, yang dapat menyebabkan komplikasi kesehatan yang serius jika tidak dikelola dengan baik.
Kondisi ini diketahui dapat meningkatkan risiko penyakit jantung, kerusakan saraf, dan melemahnya respons imun.
Kini, para ilmuwan menemukan bahwa kondisi ini juga dapat berdampak signifikan pada struktur otak.
Tim peneliti, yang mencakup para ahli dari Keck School of Medicine di USC, University of North Texas Health Science Center, dan University of Texas di Austin, memeriksa citra otak dari para peserta Health and Aging Brain Study-Health Disparities (HABS-HD).
Studi ini merupakan salah satu studi terbesar yang sejenis, dengan fokus pada kesehatan otak pada berbagai populasi, termasuk orang dewasa Hispanik, orang kulit hitam non-Hispanik, dan orang dewasa kulit putih non-Hispanik.
Dengan menggunakan teknik pencitraan otak yang canggih, para peneliti mengukur ketebalan korteks—lapisan luar otak yang bertanggung jawab untuk memproses informasi, memori, dan pengambilan keputusan.
Mereka juga mengamati ukuran hipokampus, yang sangat penting untuk membentuk memori baru.
Temuan tersebut menunjukkan bahwa orang dengan diabetes tipe 2 memiliki daerah korteks yang lebih tipis, terutama di lobus temporal dan parietal.
Daerah ini penting untuk memori, memproses informasi, dan memahami kesadaran spasial.
Para peneliti menemukan bahwa penipisan korteks dikaitkan dengan kontrol gula darah yang buruk.
Salah satu ukuran utama yang mereka amati adalah kadar HbA1c, yang menunjukkan kadar gula darah rata-rata selama tiga bulan.
Kadar HbA1c yang lebih tinggi dikaitkan dengan penipisan otak yang lebih parah.
Hal ini menunjukkan bahwa semakin lama gula darah tidak dikelola dengan baik, semakin besar kerusakan yang mungkin terjadi pada struktur otak yang terkait dengan pemikiran dan ingatan.
Amaryllis A. Tsiknia, peneliti utama dan mahasiswa Ph.D. di USC, menekankan pentingnya temuan ini.
"Karena kadar gula darah dapat dikelola dengan perawatan yang tepat dan perubahan gaya hidup, temuan kami menyoroti potensi untuk melindungi kesehatan otak melalui manajemen diabetes yang lebih baik," katanya.
Ini berarti bahwa menjaga diabetes tetap terkendali tidak hanya dapat mencegah masalah kesehatan fisik tetapi juga membantu melindungi otak dari penurunan kognitif.
Penelitian ini juga menemukan beberapa perbedaan yang mengejutkan di antara kelompok ras dan etnis.
Peserta Hispanik menunjukkan hubungan terkuat antara diabetes dan penipisan otak, sementara tidak ada efek signifikan yang ditemukan di antara peserta Kulit Hitam non-Hispanik.
Hal ini menunjukkan bahwa dampak diabetes pada otak dapat bervariasi di antara populasi yang berbeda, mungkin karena faktor lingkungan dan genetik yang berbeda.
Meredith N. Braskie, penulis senior studi dan asisten profesor neurologi di USC, menjelaskan bahwa memahami perbedaan ini sangat penting untuk menciptakan perawatan yang dipersonalisasi yang dapat melindungi kesehatan otak dengan lebih baik di semua komunitas.
Studi HABS-HD, yang menyediakan data untuk penelitian ini, adalah studi paling komprehensif tentang penyakit Alzheimer dan demensia pada berbagai populasi.
Studi ini tidak hanya mencakup pemindaian otak tetapi juga wawancara, pemeriksaan medis, tes kognitif, dan kerja laboratorium klinis.
Arthur W. Toga, direktur Stevens INI dan pimpinan studi neuroimaging HABS-HD, percaya bahwa penelitian skala besar semacam ini penting untuk menemukan bagaimana penyakit kronis seperti diabetes memengaruhi kesehatan otak.
Tim peneliti berencana untuk menindaklanjuti dengan studi jangka panjang lainnya untuk melihat apakah perubahan otak ini menyebabkan penurunan mental yang lebih cepat seiring bertambahnya usia.
Mereka juga berharap untuk mengeksplorasi bagaimana pengobatan diabetes dan perubahan gaya hidup, seperti pola makan dan olahraga yang lebih baik, dapat memperlambat atau mencegah perubahan otak yang berbahaya ini.
Jika berhasil, strategi ini dapat menawarkan cara baru untuk melindungi kesehatan otak pada penderita diabetes, mengurangi risiko kehilangan memori dan penurunan kognitif.
Studi ini menandai langkah penting menuju pemahaman bagaimana mengelola kadar gula darah dapat membantu melindungi otak.
Dengan semakin umum diabetes tipe 2, terutama di antara populasi minoritas, penelitian ini menyoroti perlunya strategi pencegahan dan perawatan yang lebih baik.
Melindungi kesehatan otak mungkin menjadi alasan kuat lainnya bagi penderita diabetes untuk memprioritaskan kesehatan mereka dan mengelola kondisi mereka secara efektif.