Home > Musik

Kisah Saudi National Orchestra and Choir: Suara Sebuah Bangsa

Di London, lagu tradisional quotAddayt fi Marqabquot dipadukan dengan medley Adele. Di New York, lagu klasik Frank Sinatra quotFly Me to the Moonquot diinterpretasikan ulang dengan ritme Timur.
Saudi National Orchestra and Choir/Xiaoyi Dai @daiifrlol/Billboard Arabia
Saudi National Orchestra and Choir/Xiaoyi Dai @daiifrlol/Billboard Arabia

Di Istana Versailles, menjelang Hari Nasional Arab Saudi (23 September), tur terbaru Orkestra dan Paduan Suara Nasional Saudi—bagian dari program Marvels-nya—mempertemukan lebih dari 100 musisi Saudi, masing-masing dengan perjalanan dan kisahnya sendiri.

Versailles Bergema dengan Nada Baru

Pada awal September, Versailles menulis babak baru dalam sejarah panjangnya. Dinding-dinding yang dulunya menyimpan alunan musik istana kerajaan Prancis kini bergema dengan ritme baru.

Di antara koridor-koridor yang dipenuhi kemegahan Eropa kuno, suara dan instrumen Orkestra dan Paduan Suara Nasional Saudi menyatakan bahwa Kerajaan kini berbicara kepada dunia dalam bahasa baru: bahasa musik.

Ini lebih dari sekadar konser. Ini adalah sebuah pertunjukan simbolis yang menangkap esensi dari gerakan budaya yang sedang berkembang—mencerminkan transformasi Arab Saudi yang sedang membentuk kembali citranya melalui senar, suara, dan melodi.

Lebih dari Sekadar Ansambel

Didirikan pada tahun 2019 di bawah Komisi Musik, orkestra dan paduan suara ini tidak pernah dimaksudkan sebagai grup musik biasa.

Misi mereka lebih besar: menciptakan lingkungan akademis bagi musisi Saudi dan memberikan platform global bagi warisan lokal.

Tur Marvels telah merambah Paris, New York, London, Sydney, Tokyo, dan Mexico City.

Versailles bukan hanya tonggak sejarah lain di istana paling bersejarah di Eropa, tetapi juga momen ketika generasi baru musisi Saudi berdiri dengan bangga di hadapan dunia—menawarkan citra negara mereka yang muncul dari dalam, namun terbuka ke luar dengan keyakinan dan semangat.

Perhentian internasional pertama orkestra ini adalah Paris pada tahun 2022, di mana The Masterpieces of the Saudi National Orchestra and Choir memulai debutnya.

Tur ini diperluas ke Mexico City, New York, London, Sydney, dan Tokyo, sebelum kembali ke tanah air pada awal tahun 2025 untuk pertunjukan di Riyadh.

Pada bulan Agustus tahun ini, konser Riyadh lainnya merayakan kelulusan angkatan pertama Program Pendidikan Musik Orkestra dan Paduan Suara Nasional Saudi setelah dua tahun pelatihan.

Mahakarya Lintas Budaya

Tur ini menjembatani musik Saudi dan penonton global dengan mengadaptasi penampilan agar selaras dengan masing-masing budaya.

Di London, lagu tradisional "Addayt fi Marqab" dipadukan dengan medley Adele. Di New York, lagu klasik Frank Sinatra "Fly Me to the Moon" diinterpretasikan ulang dengan ritme Timur.

Di Tokyo, penonton menyaksikan tema-tema anime yang dibawakan dalam bahasa Arab.

Di Versailles, dalam pertunjukan berdurasi 90 menit, orkestra memadukan musik tradisional dan kontemporer Saudi dengan tarian rakyat seperti khibaiti, majroor, dan khutwa—sebelum beralih ke bahasa Prancis dan bahkan nyanyian opera.

Akhirnya, penampilan bersama Royal Opera Orchestra, yang dipimpin oleh maestro Mesir Hany Farhat—orang Arab pertama yang memimpin orkestra Prancis, menjadi puncak acara.

Keesokan harinya, konduktor Saudi, Reaab Ahmed, mengambil alih tongkat estafet, menjadi maestro Saudi pertama yang memimpin orkestra nasional.

Mosaik Lebih dari 100 Musisi

Yang membuat proyek ini luar biasa bukan hanya fondasi akademisnya, tetapi juga keberagaman di dalamnya.

Di balik suara yang menyatu, terdapat lebih dari 100 musisi dengan kisah-kisah unik.

Beberapa meninggalkan karier yang sama sekali berbeda untuk menekuni musik: Adwaa Shanan pernah berpraktik psikologi klinis, Ma’an Al-Yamani bekerja sebagai konsultan penjualan, Maha Abdullah di bidang perawatan medis, sementara Ibrahim Al-Rashed, seorang pianis, adalah seorang insinyur jaringan.

Bagi mereka, bergabung dengan paduan suara merupakan momen yang mengubah hidup.

Selera musik mereka juga beragam. Nawaf Al-Jizani, anggota termuda, menyukai musik klasik—pengaruh dari ayahnya, meskipun ia mengaku mendengarkan rap seperti kebanyakan orang segenerasinya.

Anggota paduan suara Fatimah Zahid bersinar di Versailles dengan membawakan lagu "Les Champs-Élysées" dalam bahasa Prancis.

Hataf dan Taghreed Al-Shahrani lebih menyukai lagu-lagu Arab kuno, sementara Horia lebih menyukai R&B.

Di belakang panggung, masing-masing musisi membawakan suasana hati dan gaya yang berbeda, tetapi begitu di atas panggung, perbedaan-perbedaan tersebut melebur menjadi satu suara yang sama.

Keberagaman itu—yang tampak kontradiktif—memberikan identitas unik bagi orkestra dan paduan suara: selera masing-masing menyatu menjadi suara nasional kolektif.

“Musik Kami Bermartabat dan Mulia”

Orkestra dan paduan suara ini tidak memilih jalan mudah dengan hanya membawakan lagu-lagu klasik Barat yang sudah ada.

Sebaliknya, mereka menempatkan musik Saudi di jantung repertoar mereka—lagu-lagu dari tokoh-tokoh seperti Mohammed Abdu dan Talal Maddah, serta tradisi rakyat seperti samri, majroor, dan mizmar yanbawi—semuanya diinterpretasikan ulang dalam aransemen orkestra modern.

“Musik Saudi mengandung martabat, keagungan, dan kesungguhan,” kata pemain qanun Yazid Al-Aidi.

Proyek ini melestarikan esensi ini sembari menempatkannya dalam bingkai klasik, yang memungkinkan dunia mendengarkan musik Saudi sebagaimana yang dilakukan warga Saudi—bukan menggantikan identitas, tetapi memperluas jangkauannya ke audiens baru.

Membangun dari Nol—Namun Tetap Kuat

Soprano Saudi Reemaz Al-Oqbi mewujudkan kebanggaan sekaligus realisme. Terlatih dalam opera sejak kecil, ia memahami tantangan merintis era budaya baru—terutama bagi perempuan di tengah masyarakat yang cepat berubah.

“Belajar musik sejak usia muda memberi saya perspektif yang berbeda, untuk melihatnya sebagai profesi yang sesungguhnya,” ujarnya.

“Kami membangun dari nol di Arab Saudi—namun membangun fondasi yang kokoh, lingkungan tempat para musisi dapat hidup bermartabat dan memiliki masa depan yang cerah. Memang lebih sulit bagi perempuan, tetapi syukurlah, kesempatan kini telah tiba.”

Billboard Arabia
Billboard Arabia

“Konser Ini Layaknya Pesta”

Di antara latihan yang melelahkan dan tepuk tangan meriah penonton, momen-momen tak terlupakan menjadi sorotan.

“Momen terbaik adalah di hari-hari terakhir sebelum perjalanan, ketika paduan suara dan orkestra bersatu dan akhirnya kita melihat gambaran utuhnya,” kata Hassan Al-Mahouzi.

Bagi Nawaf Abdulhadi, kebahagiaan datang ketika paduan suara menaklukkan frasa sulit dengan keselarasan yang sempurna.

Bagi Wahib Al-Salem, hari pertunjukan itu sendiri terasa seperti hari libur: "Konser ini seperti Idul Fitri."

Namun semua sepakat bahwa klimaksnya terjadi di bagian akhir, ketika mereka membungkuk dan mendengar tepuk tangan.

Seperti yang dikatakan oleh anggota paduan suara Rose,"Momen terindah adalah ketika panggung bersinar hijau"—warna bendera Saudi, yang melambangkan kebanggaan nasional sekaligus pencapaian kolektif."

Sebuah Bangsa yang Menulis Kisahnya dalam Musik

Pada konser Versailles, Menteri Kebudayaan Saudi, Pangeran Badr bin Abdullah bin Farhan, menyatakan,"Budaya adalah kekuatan pendorong pembangunan berkelanjutan, mesin utama pertumbuhan ekonomi dan sosial, serta sumber inspirasi bagi generasi mendatang untuk membangun dunia yang lebih baik yang dipenuhi dengan dialog, stabilitas, dan kemakmuran."

Kehadiran Orkestra dan Paduan Suara Nasional Saudi di Versailles lebih dari sekadar pertunjukan.

Kehadiran mereka merupakan pengumuman simbolis bahwa Arab Saudi sedang menulis kisah budayanya dengan suara putra-putrinya.

Setiap nada menjadi saksi transformasi masyarakat yang terbuka terhadap masa depan tanpa meninggalkan akarnya.

Ketika lebih dari 100 musisi bersatu dalam satu suara, batasan antara individu dan kolektif, masa lalu dan masa kini, lokal dan global, menjadi kabur—menangkap esensi visi Arab Saudi: sebuah kisah yang dimulai dari dalam namun berbicara kepada dunia dengan percaya diri dan kreativitas.

× Image