Home > Didaktika

Waduh...Bola Tenis Bisa Menyebabkan Cedera Otak

Penelitian ini, yang diterbitkan dalam Journal of Applied Mechanics, menawarkan wawasan tentang risiko yang jarang terjadi tetapi mungkin terjadi dalam olahraga.
Jeffery Erhunse/Unsplash
Jeffery Erhunse/Unsplash

Peneliti dari Southern Methodist University di Dallas telah menyelidiki pertanyaan unik: Dapatkah bola tenis menyebabkan cedera otak traumatis?

Penelitian ini, yang diterbitkan dalam Journal of Applied Mechanics, menawarkan wawasan tentang risiko yang jarang terjadi tetapi mungkin terjadi dalam olahraga yang dikenal karena keamanannya dibandingkan dengan olahraga kontak tinggi seperti sepak bola atau futsal.

Tim peneliti, yang dipimpin oleh profesor teknik mesin Xin-Lin Gao dan mantan mahasiswa Ph.D.-nya Yongqiang Li, menggunakan pemodelan komputer canggih untuk mensimulasikan dampak bola tenis pada kepala manusia.

Teknik ini, yang umum digunakan dalam studi kecelakaan mobil, memungkinkan mereka untuk menganalisis berbagai skenario.

Temuan menarik:

1. Gegar otak akibat bola tenis jarang terjadi tetapi dapat terjadi jika bola melaju lebih cepat dari 40 meter per detik. Sebagai konteks, kecepatan ini lebih cepat daripada kecepatan tertinggi seekor cheetah.

2. Sisi kepala lebih rentan terhadap cedera daripada dahi atau bagian atas kepala.

3. Benturan sudut 90 derajat lebih mungkin menyebabkan cedera dibandingkan dengan sudut 30 atau 60 derajat.

4. Yang menarik, putaran bola tidak memengaruhi kemungkinan cedera kepala secara signifikan.

Profesor Gao menekankan pentingnya memahami cedera kepala dalam tenis, olahraga yang populer di seluruh dunia dengan jutaan pemain.

Penelitian ini secara khusus berfokus pada apakah bola tenis dapat menyebabkan cedera kepala serius, seperti cedera otak traumatis, yang terjadi ketika kekuatan yang kuat mengganggu fungsi otak normal.

Gegar otak, yang dikategorikan sebagai cedera otak traumatis ringan, biasanya tidak mengancam jiwa tetapi dapat menyebabkan gejala seperti sakit kepala, pusing, dan masalah konsentrasi yang berlangsung selama berminggu-minggu atau berbulan-bulan.

Metodologi penelitian ini melibatkan model elemen hingga (FE), yang merupakan alat komputasi canggih.

Model-model ini memecah masalah kompleks menjadi bagian-bagian yang lebih kecil, sehingga lebih mudah untuk dipelajari.

Para peneliti menggunakan model FE bola tenis dan kepala seorang pria, yang disediakan oleh Global Human Body Models Consortium. Konsorsium ini menciptakan model manusia 3D yang realistis untuk studi simulasi tabrakan.

Tim tersebut membuat bola tenis yang dimodelkan komputer berdasarkan eksperimen di dunia nyata dan menggunakannya bersama dengan model kepala dalam simulasi mereka.

Mereka menggunakan sistem yang disebut LS-DYNA, yang menggunakan algoritma matematika untuk mensimulasikan fenomena fisik.

Misalnya, algoritma yang dirancang untuk menguji elastisitas karet membantu mereka meniru perilaku jaringan otak.

Melalui simulasi ini, para peneliti dapat menentukan apakah gaya bola tenis, yang bervariasi dalam kecepatan dan sudut benturan, dapat menyebabkan jaringan otak membentur tengkorak cukup keras hingga menyebabkan gegar otak.

Untuk memastikan keakuratan temuan mereka, Gao dan Li merujuk silang hasil mereka dengan penelitian cedera otak traumatis sebelumnya, termasuk penelitian pada mayat manusia dan pengamatan orang-orang yang mengalami gegar otak.

Penelitian tim sebelumnya tentang cedera kepala akibat bola golf dan benturan balistik juga memberikan dasar untuk perbandingan.

Meskipun penelitian difokuskan pada pria, penelitian lebih lanjut diperlukan untuk menentukan apakah wanita dan anak-anak akan mengalami risiko yang sama.

Namun, peneliti utama Gao yakin temuan tersebut kemungkinan akan serupa di berbagai kelompok.

Studi ini menyoroti aspek keselamatan tenis yang jarang dipertimbangkan, berkontribusi pada pemahaman kita tentang cedera kepala terkait olahraga di luar konteks olahraga kontak tinggi yang lebih umum dibahas.

× Image