Temuan Studi: 1 dari 14 Pasien Mengalami Kesalahan Diagnosis yang Berbahaya
Sebuah studi baru dari AS, yang diterbitkan dalam BMJ Quality & Safety, mengungkapkan bahwa kesalahan diagnosis yang berbahaya dapat memengaruhi 1 dari 14 pasien (sekitar 7%) yang menerima perawatan medis umum di rumah sakit.
Para peneliti menemukan bahwa sebagian besar kesalahan ini (85%) dapat dicegah, yang menyoroti kebutuhan mendesak akan metode yang lebih baik untuk mengidentifikasi dan mencegahnya sebelum menyebabkan bahaya.
Kesalahan diagnosis terjadi ketika suatu kondisi medis tidak diidentifikasi dengan benar atau tepat waktu.
Kesalahan ini dapat menyebabkan konsekuensi serius, termasuk perawatan yang salah atau keterlambatan dalam perawatan yang tepat.
Studi ini berfokus pada kesalahan yang menyebabkan bahaya bagi pasien dan mengeksplorasi bagaimana hal itu dapat dicegah.
Tim peneliti mengembangkan cara baru untuk meninjau catatan pasien dan mencari tanda-tanda kesalahan diagnosis.
Mereka menggunakan metode ini untuk memeriksa catatan medis 675 pasien rumah sakit yang dipilih secara acak dari lebih dari 9.000 pasien yang menerima perawatan medis umum antara Juli 2019 dan September 2021.
Pasien yang dirawat selama puncak pandemi COVID-19 tidak disertakan.
Para peneliti mengkategorikan pasien ke dalam kelompok berisiko tinggi dan berisiko rendah berdasarkan faktor-faktor seperti apakah mereka dipindahkan ke perawatan intensif, meninggal dalam waktu 90 hari setelah masuk, atau memiliki masalah medis yang kompleks.
Masalah kompleks meliputi kemunduran klinis, hasil tes yang tidak jelas, dan perawatan oleh beberapa tim medis.
Dari 675 kasus yang ditinjau, kesalahan diagnostik ditemukan dalam 160 kasus. Kesalahan yang merugikan, yang menyebabkan kerusakan pada pasien, diidentifikasi dalam 84 kasus.
Kesalahan ini paling sering terjadi pada pasien yang memerlukan pemindahan perawatan intensif atau meninggal dalam waktu 90 hari setelah masuk.
Tingkat keparahan kerusakan yang disebabkan oleh kesalahan diagnostik ini berkisar dari ringan (6%) hingga sedang (43%), berat (30%), dan bahkan fatal (21,5%).
Yang terpenting, para peneliti memperkirakan bahwa 85% dari kesalahan berbahaya ini dapat dihindari dengan proses yang lebih baik.
Studi tersebut menemukan bahwa kelompok pasien tertentu, termasuk pasien yang lebih tua, tidak memiliki asuransi swasta, pasien kulit putih, dan pasien berisiko tinggi, lebih mungkin mengalami kesalahan ini.
Kondisi yang paling umum yang terlibat dalam kesalahan diagnostik termasuk gagal jantung, gagal ginjal akut, sepsis, pneumonia, gagal napas, dan nyeri perut.
Para peneliti juga mengidentifikasi penyebab spesifik kesalahan diagnostik.
Ini termasuk ketidakpastian dalam penilaian awal, masalah dengan pengujian diagnostik, miskomunikasi antara tim medis, dan perhatian pasien yang diabaikan. Keterlambatan dalam diagnosis juga umum terjadi.
Meskipun studi ini dilakukan di satu pusat medis dan berdasarkan estimasi, para peneliti menekankan bahwa hal itu menunjukkan masalah yang meluas.
Mereka menyarankan bahwa menggunakan alat seperti kecerdasan buatan (AI) untuk memantau perawatan pasien dapat membantu mengurangi jumlah kesalahan diagnostik dan meningkatkan keselamatan pasien.
Para peneliti menyimpulkan bahwa pendekatan baru sangat dibutuhkan untuk mencegah kesalahan ini terus membahayakan pasien. (kpo)