Home > Gaya Hidup

Rasio Lingkar Pinggang Terhadap Tinggi Badan Bisa Prediksi Risiko Gagal Jantung Lebih Baik Ketimbang BMI

BMI tidak memperhitungkan bagaimana lemak didistribusikan ke seluruh tubuh dan dipengaruhi oleh faktor-faktor seperti jenis kelamin dan etnis.
Shutterstock
Shutterstock

Rasio lingkar pinggang terhadap tinggi badan (WtHR) merupakan prediktor kuat gagal jantung di masa mendatang —bahkan berpotensi lebih dapat diandalkan daripada body mass index/BMI (indeks massa tubuh).

Itulah sebuah studi baru yang dipresentasikan di Heart Failure 2025, sebuah kongres ilmiah dari European Society of Cardiology.

Gagal jantung (HF) tetap menjadi salah satu komplikasi kesehatan paling serius di seluruh dunia, dan obesitas merupakan faktor risiko utama.

Namun, BMI, ukuran yang paling umum digunakan untuk mendefinisikan obesitas, memiliki keterbatasan yang signifikan.

Ia tidak memperhitungkan bagaimana lemak didistribusikan ke seluruh tubuh dan dipengaruhi oleh faktor-faktor seperti jenis kelamin dan etnis.

Yang lebih penting, meskipun BMI yang lebih tinggi sering kali berkorelasi dengan risiko penyakit jantung yang lebih besar, ia juga menunjukkan hasil yang secara paradoks lebih baik pada beberapa pasien HF—fenomena yang dikenal sebagai "paradoks obesitas."

Para peneliti dari Universitas Lund di Swedia—dipimpin oleh Dr. Amra Jujic dan rekan penulis Dr. John Molvin—berusaha mengatasi kekurangan ini dengan mengeksplorasi nilai rasio pinggang-tinggi, yang diyakini lebih mencerminkan obesitas sentral, atau lemak yang terkonsentrasi di sekitar organ dalam.

Jenis lemak ini, yang dikenal sebagai lemak visceral, lebih berbahaya daripada lemak yang terletak di bagian tubuh lainnya.

Penelitian ini menggunakan data dari Malmö Preventive Project, yang melibatkan 1.792 orang dewasa berusia antara 45 dan 73 tahun.

Para peneliti sengaja memilih sampel dengan campuran status metabolisme glukosa: sekitar sepertiga memiliki gula darah normal, sepertiga memiliki glukosa puasa terganggu, dan sepertiga menderita diabetes.

Orang-orang ini diikuti selama periode rata-rata 12,6 tahun untuk melacak perkembangan gagal jantung.

Selama penelitian, 132 peserta mengalami gagal jantung. Para peneliti menemukan bahwa rasio pinggang-tinggi yang lebih tinggi jelas terkait dengan peningkatan risiko gagal jantung.

Untuk setiap peningkatan deviasi standar dalam WtHR, risiko terkena HF meningkat sebesar 34%—bahkan setelah memperhitungkan faktor-faktor lain.

Dalam perincian yang lebih rinci, individu dalam kuartil teratas WtHR (dengan median 0,65) hampir tiga kali lebih mungkin terkena HF dibandingkan dengan mereka yang berada di tiga kuartil terbawah.

WtHR rata-rata dalam penelitian tersebut adalah 0,57—sudah di atas ambang batas yang diterima secara umum yaitu 0,5, yang menandai peningkatan risiko masalah jantung dan metabolisme.

Menurut Dr. Molvin, hal ini menunjukkan bahwa banyak orang dewasa mungkin sudah berada dalam zona bahaya tanpa menyadarinya.

"Memiliki ukuran pinggang yang kurang dari setengah tinggi badan Anda adalah hal yang ideal," katanya.

Hasil tersebut mendukung gagasan bahwa WtHR mungkin merupakan alat yang lebih efektif daripada BMI untuk mengidentifikasi individu yang berisiko tinggi mengalami gagal jantung.

Tidak seperti BMI, WtHR secara langsung mengukur lemak sentral, yang memainkan peran yang lebih berbahaya dalam penyakit kardiovaskular.

Para peneliti percaya bahwa pengukuran yang sederhana dan murah ini dapat membantu meningkatkan cara mengevaluasi risiko terkait obesitas dalam pengaturan klinis.

Tim studi sekarang berencana untuk memperluas penelitian mereka untuk mengeksplorasi apakah WtHR juga dapat memprediksi kondisi lain seperti diabetes, stroke, atau serangan jantung pada populasi yang lebih besar dan lebih beragam.

Singkatnya, studi ini menunjukkan bahwa melihat proporsi antara pinggang dan tinggi badan Anda mungkin merupakan cara yang lebih baik untuk menilai risiko kesehatan jantung Anda daripada hanya mengandalkan BMI.

Menjaga lingkar pinggang Anda di bawah setengah tinggi badan Anda mungkin bukan hanya aturan praktis—itu bisa menjadi pedoman yang menyelamatkan nyawa.

× Image