Home > Iptek

Bagaimana Lapisan Mikroba Dapat Menciptakan Energi Bersih dari CO

Para ilmuwan telah menemukan cara untuk "merekayasa" biofilm ini sehingga dapat memproses aliran gas, seperti CO dan CO, dalam reaktor khusus tanpa oksigen.
Potongan plastik kecil dari Biowater Technology disebut pembawa biofilm, yang banyak digunakan dalam sistem pengolahan air dan limbah. Ini menyediakan permukaan tempat bakteri bermanfaat dapat tumbuh dan menjalankan fungsinya secara efisien/Foto: Lu Feng.
Potongan plastik kecil dari Biowater Technology disebut pembawa biofilm, yang banyak digunakan dalam sistem pengolahan air dan limbah. Ini menyediakan permukaan tempat bakteri bermanfaat dapat tumbuh dan menjalankan fungsinya secara efisien/Foto: Lu Feng.

Bagaimana jika kita dapat memanfaatkan gas rumah kaca berbahaya seperti karbon dioksida (CO ) dan karbon monoksida (CO) dan mengubahnya menjadi energi bersih dan terbarukan?

Hal inilah yang sedang dikerjakan oleh para peneliti, termasuk Dr. Lu Feng dari NIBIO—dan hasilnya tampak menjanjikan.

Penelitian mereka berfokus pada penggunaan lapisan mikroorganisme yang sangat tipis, yang dikenal sebagai biofilm, untuk mengubah gas-gas ini menjadi biometana, bahan bakar pembakaran bersih yang dapat menggantikan gas alam.

Biofilm adalah komunitas mikroba kecil yang tumbuh secara alami di permukaan.

Dalam proyek ini, para ilmuwan telah menemukan cara untuk "merekayasa" biofilm ini sehingga dapat memproses aliran gas, seperti CO dan CO , dalam reaktor khusus tanpa oksigen.

Reaktor biofilm ini dapat mengubah polusi menjadi sumber energi yang dapat digunakan dengan kemurnian metana lebih dari 96%.

Biogas secara tradisional dibuat dengan menguraikan limbah organik seperti sisa makanan atau kotoran hewan.

Namun, metode baru ini mengabaikan kebutuhan akan limbah dan justru menangkap gas langsung dari sumber industri.

Menurut Dr. Feng, biofilm membantu mempercepat konversi gas, meningkatkan kualitas bahan bakar, dan menoleransi zat beracun yang biasanya mengganggu produksi gas.

Salah satu terobosannya adalah memasukkan mikroba penghasil metana spesifik ke dalam sistem—teknik yang disebut bioaugmentasi.

Hal ini membuat proses lebih efisien dan membantu reaktor berkinerja baik bahkan ketika menangani zat-zat keras seperti hidrogen sulfida (H S) dan amonia, keduanya umum dalam limbah industri.

Dalam sebuah studi, reaktor tanpa biofilm kehilangan hingga 30% metana ketika terpapar H S.

Namun, reaktor biofilm tetap menghasilkan metana berkualitas tinggi, bahkan dalam kondisi yang sangat beracun.

Dalam percobaan lain, tim menguji seberapa baik sistem bekerja dengan kadar amonia yang tinggi, yang sering ditemukan saat menggunakan limbah ikan atau sisa makanan untuk membuat biogas.

Anehnya, biofilm tersebut masih menghasilkan metana, berkat mikroba seperti Methanothermobacter, yang dapat mengubah hidrogen dan CO menjadi metana.

Para peneliti juga bereksperimen dengan syngas, campuran hidrogen dan karbon monoksida, yang seringkali terbuat dari sampah plastik atau kayu.

Bahan-bahan ini biasanya tidak terurai dalam sistem biogas tradisional, tetapi reaktor biofilm memungkinkan untuk mengekstraksi energi darinya.

Mereka menemukan bahwa penambahan hidrogen meningkatkan produksi metana, meskipun terlalu banyak hidrogen menyebabkan masalah—menunjukkan bahwa keseimbangan yang cermat adalah kuncinya.

Dr. Feng dan timnya percaya bahwa reaktor berbasis biofilm ini dapat memainkan peran penting dalam mengurangi emisi berbahaya sekaligus menghasilkan energi terbarukan.

Penelitian mereka menunjukkan bahwa gas-gas yang mengubah iklim dapat diubah menjadi bahan bakar bersih—dan bahwa mikroba kecil dapat membantu kita mewujudkan masa depan yang lebih hijau.

× Image