Para Ilmuwan Menemukan 'Titik Kritis' Otak yang Memicu Tidur

Tertidur mungkin terasa seperti hanyut perlahan menuju tidur, tetapi penelitian baru menunjukkan hal itu sebenarnya terjadi dalam sekejap.
Para ilmuwan telah menemukan bahwa otak manusia tidak mati secara bertahap untuk tidur—melainkan beralih ke mode tidur secara tiba-tiba pada "titik kritis" yang tepat.
Studi inovatif ini, yang diterbitkan di Nature Neuroscience, dapat mengubah cara kita memahami, mendiagnosis, dan menangani gangguan tidur seperti insomnia.
Studi ini juga dapat membantu dokter menilai kesehatan otak pada pasien penuaan dan kondisi neurologis seperti penyakit Alzheimer, dan bahkan meningkatkan cara pemantauan anestesi selama operasi.
Sebuah tim peneliti internasional menganalisis rekaman otak dari lebih dari 1.000 relawan yang mengenakan elektroda EEG untuk melacak aktivitas otak mereka semalaman.
Dengan menggunakan teknik komputasi canggih, tim tersebut memetakan aktivitas otak setiap orang dalam apa yang mereka sebut "ruang multidimensi."
Hal ini memungkinkan mereka untuk memvisualisasikan, momen demi momen, bagaimana otak berpindah dari keadaan terjaga ke keadaan tidur.
Hasilnya sangat mengejutkan: terlepas dari berapa lama partisipan berbaring di tempat tidur, transisi menuju tidur selalu terjadi secara tiba-tiba, hanya dalam beberapa menit, pada titik kritis yang ditentukan dengan jelas.
Pola ini —ketika suatu sistem tiba-tiba beralih dari satu kondisi ke kondisi lain— dikenal sebagai "bifurkasi".
Para peneliti membandingkannya dengan membengkokkan tongkat hingga tiba-tiba patah, atau dengan perasaan "tertidur" ketika kesadaran tiba-tiba menurun.
Dalam eksperimen lanjutan, partisipan dipantau selama beberapa malam.
Otak setiap individu secara konsisten mencapai fase tidur di "lokasi" yang sama dalam peta multidimensi ini, menunjukkan bahwa setiap orang memiliki tanda saraf yang unik untuk permulaan tidur.
Dengan menggunakan model ini, para peneliti mampu memprediksi dengan akurasi 98% detik yang tepat setiap partisipan akan tertidur.
Sebelumnya, para ilmuwan mendefinisikan permulaan tidur berdasarkan pengamatan kasar pola EEG atau tanda-tanda tidak langsung seperti pernapasan dan detak jantung.
Studi ini menandai pertama kalinya para peneliti mampu menentukan momen tepat otak bertransisi dari keadaan terjaga ke tidur secara langsung.
Dr. Nir Grossman, peneliti utama di UK Dementia Research Institute di Imperial College London, mengatakan, “Tidur merupakan bagian fundamental dari kehidupan kita, namun bagaimana otak tertidur telah menjadi salah satu misteri terbesar dalam ilmu saraf."
"Kini kita tahu bahwa itu bukanlah pemudaran yang lambat—melainkan perubahan yang tiba-tiba.”
Dr. Karen Brakspear, Kepala Ilmu Saraf dan Kesehatan Mental di Dewan Riset Medis Inggris, mencatat bahwa gangguan tidur berkaitan dengan kondisi seperti demensia.
“Dengan lebih memahami bagaimana otak memasuki fase tidur, kita dapat mengeksplorasi cara-cara baru untuk melindungi kesehatan otak dan meningkatkan kualitas istirahat,” ujarnya.
Profesor Derk-Jan Dijk, salah satu penulis senior, menambahkan bahwa penemuan ini dapat merevolusi cara mendefinisikan tidur di klinik.
“Memahami titik kritis ini memungkinkan kita mempelajari biologi tidur dengan presisi baru,” ujarnya. “Hal ini dapat menghasilkan alat dan terapi baru bagi mereka yang kesulitan tidur.”
