Home > Didaktika

Dialisis Mungkin Bukan Pilihan Terbaik Bagi Lansia dengan Gagal Ginjal

Bagi banyak pasien lansia terutama mereka yang memiliki masalah kesehatan lain seperti penyakit jantung atau paru-paru transplantasi ginjal bukanlah pilihan, dan dialisis mungkin tidak memberikan manfaat yang mereka harapkan.
Shutterstock
Shutterstock

Sebuah studi baru menunjukkan bahwa bagi lansia dengan gagal ginjal yang tidak memenuhi syarat untuk transplantasi, memulai dialisis sejak dini mungkin tidak selalu menjadi pilihan terbaik.

Penelitian yang dipimpin oleh Stanford Medicine dan University of California ini menunjukkan bahwa memulai dialisis segera hanya menambah beberapa hari harapan hidup—sementara juga meningkatkan waktu yang dihabiskan di rumah sakit atau fasilitas perawatan.

Dialisis sering direkomendasikan ketika fungsi ginjal turun ke tingkat yang sangat rendah, diukur dengan tes yang disebut eGFR (estimasi laju filtrasi glomerulus).

Ketika eGFR turun di bawah 15, dokter biasanya menyarankan dialisis, yang membuang limbah dari darah seperti yang dilakukan ginjal yang sehat.

Namun, bagi banyak pasien lansia —terutama mereka yang memiliki masalah kesehatan lain seperti penyakit jantung atau paru-paru— transplantasi ginjal bukanlah pilihan, dan dialisis mungkin tidak memberikan manfaat yang mereka harapkan.

Banyak pasien dan keluarga percaya bahwa dialisis adalah satu-satunya pilihan atau bahwa dialisis akan sangat memperpanjang harapan hidup.

Namun, studi tersebut menemukan bahwa pasien yang segera memulai dialisis hanya hidup rata-rata sekitar sembilan hari lebih lama dibandingkan mereka yang menundanya—tetapi menghabiskan 13 hari lebih banyak di rumah sakit atau panti jompo.

Artinya, mereka memiliki lebih sedikit waktu di rumah, dan lebih banyak waktu untuk menjalani perawatan intensif.

Bagi mereka yang berusia 65 hingga 79 tahun, mereka yang segera memulai dialisis justru hidup 17 hari lebih sedikit dan menghabiskan lebih banyak waktu di fasilitas perawatan.

Bagi mereka yang berusia 80 tahun ke atas, dialisis dini menghasilkan harapan hidup yang sedikit lebih panjang—sekitar 60 hari lebih banyak—tetapi tetap menambah waktu perawatan rawat inap.

Orang yang tidak pernah memulai dialisis hidup 77 hari lebih sedikit dibandingkan mereka yang memulainya tetapi memiliki lebih banyak waktu di rumah.

Para peneliti menggunakan rekam medis lebih dari 20.000 veteran, semuanya berusia 65 tahun ke atas, dengan penyakit ginjal lanjut.

Pasien-pasien ini memiliki kadar eGFR rendah (di bawah 12) dan tidak dipertimbangkan untuk transplantasi.

Sekitar setengah dari mereka yang menunda dialisis akhirnya tidak pernah memulainya sama sekali.

Penulis utama studi ini, Maria Montez Rath, PhD, mengatakan tujuannya adalah untuk lebih memahami arti dialisis bagi pasien lanjut usia.

Penulis senior Dr. Manjula Tamura menambahkan bahwa keputusan untuk memulai dialisis harus didasarkan pada preferensi pribadi, bukan hanya hasil tes.

Dialisis adalah perawatan serius. Biasanya, dialisis mengharuskan pasien mengunjungi klinik tiga kali seminggu selama tiga hingga empat jam setiap kali.

Dialisis juga dapat menyebabkan efek samping seperti kram dan kelelahan.

Sebaliknya, beberapa penderita gagal ginjal dapat mengatasi gejala seperti pembengkakan atau mual dengan obat-obatan.

Tamura mengatakan bahwa dokter sering merekomendasikan dialisis dengan niat baik—untuk memberi pasien harapan—tetapi mungkin tidak sepenuhnya menjelaskan konsekuensinya.

Membingkai dialisis sebagai pilihan untuk meredakan gejala, terutama bagi lansia yang lemah, dapat membantu pasien membuat keputusan yang lebih tepat.

Dengan cara ini, pasien memahami bahwa dialisis bukan hanya pilihan antara hidup dan mati, tetapi juga perawatan dengan pro dan kontra.

Pada akhirnya, setiap pasien memiliki tujuan yang berbeda. Bagi sebagian orang, dialisis mungkin merupakan alat yang bermanfaat.

Bagi yang lain, dialisis bisa menjadi beban yang mengurangi kualitas hidup.

Studi ini mendorong dokter dan pasien untuk mendiskusikan pilihan-pilihan ini secara lebih terbuka dan cermat.

Studi ini dipublikasikan di Annals of Internal Medicine.

× Image