Wow...Ilmuwan Ciptakan Baterai Seng Tahan Lama dan Tidak Mudah Terbakar

Baterai yang lebih aman, lebih murah, dan lebih ramah lingkungan mungkin akan segera terwujud berkat penelitian terbaru dari Universitas Adelaide.
Para ilmuwan telah mengembangkan "elektrolit garam ganda" yang memungkinkan baterai seng berbasis air mempertahankan 93% kapasitasnya bahkan setelah 900 siklus pengisian daya.
Penemuan ini dapat membuka jalan bagi baterai yang lebih ramah lingkungan untuk menggerakkan mobil dan menstabilkan jaringan listrik.
Saat ini, baterai litium-ion mendominasi pasar kendaraan listrik dan penyimpanan energi terbarukan.
Namun, litium memiliki kelemahan serius: pasokan terbatas, biaya tinggi, dan masalah lingkungan terkait penambangan dan daur ulang.
Di sisi lain, seng berlimpah, murah, dan kurang berbahaya bagi planet ini.
Baterai seng—juga disebut baterai seng cair (AZB)—menggunakan air yang dicampur dengan garam seng sebagai elektrolit cair, dan logam seng sebagai anoda.
Karena cairannya berbasis air, baterai ini tidak mudah terbakar, sehingga jauh lebih aman daripada versi litium-ion.
Baterai seng juga mampu menyimpan banyak energi dalam ruang yang kecil.
Terlepas dari keunggulan ini, baterai seng belum praktis karena masalah teknis.
Ketika seng bereaksi dengan elektrolit, ia dapat terkorosi dan melepaskan gas hidrogen, yang memperpendek masa pakai baterai dan membatasi kemampuannya untuk beroperasi pada suhu ekstrem.
Tim Adelaide, yang dipimpin oleh Profesor Zaiping Guo, telah menemukan solusi cerdas. Elektrolit baru mereka mengandung dua jenis garam seng yang bekerja bersama tetapi tetap berada di zona terpisah.
Satu garam—seng perklorat—tetap berada di dalam cairan, membantu baterai mengatasi kondisi beku dan mempercepat pergerakan ion, yang meningkatkan kecepatan pengisian daya.
Garam lainnya—seng sulfat—membentuk lapisan pelindung pada logam seng, mencegah korosi dan kerusakan.
“Ini seperti memberi setiap garam tugasnya sendiri,” jelas penulis pertama Guanjie Li.
“Yang satu mengatur suhu dan pengisian daya, yang lain melindungi logam. Bersama-sama, keduanya membuat baterai jauh lebih andal.”
Pengujian menunjukkan bahwa baterai yang menggunakan sistem garam ganda ini dapat beroperasi pada suhu serendah -40°C dan setinggi +40°C, dengan tetap mempertahankan kinerja yang sangat baik.
"Ini pertama kalinya kami melihat hasil yang begitu seimbang di bidang kami," kata rekan penulis Dr. Shilin Zhang.
Yang terpenting, desain ini tetap mempertahankan keunggulan sistem berbasis air: elektrolitnya tidak mudah terbakar, terjangkau, dan berkelanjutan.
Tidak seperti pendekatan lain yang mengandalkan bahan kimia berkonsentrasi tinggi atau cairan hibrida, metode garam ganda ini menyederhanakan proses sekaligus meningkatkan daya tahan secara signifikan.
Tim ini sekarang sedang menyempurnakan resep elektrolit dan mengujinya dalam prototipe baterai di dunia nyata.
Tujuan mereka adalah menciptakan baterai yang tahan lama, berenergi tinggi, dan berbiaya rendah yang dapat membantu negara-negara bergerak menuju solusi penyimpanan energi yang lebih aman dan berkelanjutan.
Jika berhasil, baterai seng ini suatu hari nanti dapat menggantikan sistem litium-ion pada kendaraan listrik dan jaringan listrik pintar—menghasilkan energi yang lebih bersih dengan risiko yang lebih sedikit.